Surabaya Post, Senin 30 Agustus 1982
Oleh : Wuri Soedjatmiko
PENDAHULUAN
Matematika modern, matematika yang diajarkan
dengan pendekatan yang lain dari matematika sebelumnya, mulai diajarkan di
SD-SD Indonesia pada tahun 1971. Pendekatan baru terhadap Matematika ini
kemudian diteruskan di SMP dan SMA. Sejak semula banyak keluhan orang tua
terhadap mata pelajaran ini. Para ahli pun banyak berbicara tentang bermanfaat
atau tidaknya Matematika Modern ini. Namun matematika ini sudah diterapkan
sebagai satu-satunya bentuk matematika di pendidikan dasar dan menengah dan
baru-baru ini Menteri P dan K, Dr. Daoed Joesoef menugasi Prof. Andi Hakim
Nasution, Rektor IPB, untuk menyusun buku penuntun matematika bagi orang tua
murid.
LAHIRNYA
MATEMATIKA MODERN
Pada awal tahun 1950-an, di AS dan beberapa
negara lainnya muncul metode dan pendekatan baru untuk mengajarkan matematika. Diperkenalkannya ide-ide baru,
lambang baru dan istilah-istilah baru membuat matematika yang konsepnya sama
dengan matematika lama dikenal dengan matematika baru atau matematika modern.
Pada tahun 1960-an matematika modern ini mulai menyebar luas dengan banyak
bentuk dan menjadi dasar bagi perkembangan metode pengajaran selanjutnya.
Banyak dari pendekatan (approach) tersebut terbukti sangat membantu siswa lebih
mengerti matematika. Tujuan pengajaran matematika modern ini adalah agar siswa
berpikir logis dan melihat alasan dari setiap langkah yang dilakukannya. (E.A.
1975, XX : 202). Jadi matematika modern lahir untuk membantu siswa lebih
mengerti atau lebih mudah belajar matematika.
Namun penerapan matematika modern di
Indonesia, ternyata menemui kesulitan. Matematika modern tidak membuat siswa
kita lebih mengerti matematika melainkan membuat mereka menjadi bingung. Tidak
cocokkah matematika modern bagi siswa Indonesia atau adakah kesalahan dalam
penerapannya?
MATEMATIKA
MODERN UNTUK SD
Apabila dilihat dari materi Buku Paket
Matematik untuk SD, kesulitan siswa SD dalam mempelajari matematika
diperkirakan disebabkan oleh (1) bahasa; (2) kurangnya soal-soal latihan.
Kesulitan bahasa meliputi
penggunaan-penggunaan istilah yang tidak diketahui manfaatnya oleh siswa.
Misalnya, istilah bilangan prima, bilangan bulat, bilangan rasional, hitungan
dasar lima. Padahal prinsip matematika modern adalah untuk memberikan
kemungkinan bagi siswa untuk melihat alasan langkah-langkah yang diambilnya.
Tahukah siswa kegunaan dari menghitung bilangan dasar lima, dasar sepuluh, dan
lain-lain? Selain itu, kesulitan lainnya adalah verbalisme. Contoh:
“Bilangan-bilangan bulat yang dihubungkan dengan titik-titik di sebelah kanan
titik O pada garis bilangan adalah bilangan bulat...” (Matematika SD Va: 19).
Pertanyaan yang timbul adalah siapkah siwa kelas 5 untuk menganalisa kalimat
kompleks tersebut, yang sebenarnya terdiri dari 3 kalimat, yaitu: (a)
bilangan-bilangan bulat dihubungkan dengan titik-titik.; (b) titik-titik
terletak pada garis bilangan; dan (c) titik-titik terletak di sebelah kanan
titik O. Di samping itu siswa masih harus mempunyai pengertian tentang:
dihubungkan, bilangan bulat, garis bilangan, titik O pada garis bilangan. Jadi
masalah bahasa yang dihadapi siswa pengertian (verbal) matematika dan
bentuk-bentuk kalimat yang kompleks.
Kurangnya latihan soal dapat dilihat pada
latihan soal cerita yang hanya lima atau enam buah setiap sub-unit. Latihan
soal-soal taksiran, perkalian dan pembagian hanya sepuluh hingga lima belas
soal. Padahal matematika membutuhkan banyak latihan setelah penjelasan
teori-rumus agar siswa dapat menerapkan rumus tersebut dalam soal-soal.
ORANG
TUA MURID
Menurut pendidikannya, orang tua murid dapat
dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : (1) yang berpendidikan SMA ke atas dan
paham matematika: (2) yang berpendidikan SMA ke atas dan tidak paham
matematika; dan (3) yang berpendidikan SD, SMP, sekolah kejuruan atau bahkan
tidak berpendidikan sama sekali. Orang tua yang mengeluh tidak dapat memberikan
penjelasan kepada anak-anaknya dan sekaligus membutuhkan buku penuntun
matematika untuk orang tua murid adalah golongan kedua. Golongan pertama –
karena matematikanya kuat – dapat mempelajari matematika modern dengan dasar
matematika lama dan kemampuan penalarannya sendiri. Golongan ketiga, “acuh”
karena merasa sama sekali tidak menguasai matematika dan karenanya tidak dapat
menggunakan buku penuntun tersebut.
Golongan kedua tersebut adalah golongan orang
kota. Sedangkan penduduk kota hanya 15 pCt dari penduduk Indonesia. Berapa
persen dari penduduk Indonesia lalu yang membutuhkan buku penuntun tersebut?
Kondisi orang tua murid Indonesia juga tidak dapat disamakan dengan kondisi
orang tua murid di Eropah atau AS. Jumlah terbanyak di sana adalah golongan
pertama dan kedua. Golongan ketiga sangat sedikit hingga dapat diabaikan.
Dengan begitu pemakai buku penuntutn untuk orang tua murid dapat diperkirakan
separuh dari jumlah orang tua murid yang ada.
Bagi golongan kedua yang diasumsikan merupakan
calon pemakai buku penuntun ini ada kesulitan lain. Mereka yang pada waktu
bersekolah sudah merasa kesulitan belajar matematika ini masih maukah mereka
mempelajari matematika modern dengan bantuan buku penuntun? Persoalan mereka
menjadi lebih rumit karena mereka ditargetkan untuk menyampaikan ilmu tersebut
kepada anak mereka dan bukan melulu sebagai pengetahuan diri sendiri saja. Dapatkah
golongan kedua ini belajar untuk menerangkan kembali kepada anak-anaknya?
TANGGUNG
JAWAB ORANG TUA
Membesarkan
anak memang bukan sekedar memberi kecukupan makan dan sandang belaka.
Orang tua dituntut untuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Membesarkan
anak berarti memberikan perhatian, memberikan kesempatan belajar, memberikan
cinta kasih. Dengan lain kata, membesarkan berarti mengantarkan anak menjadi
manusia yang berguna bagi masyarakat serta dapat mencari nafkah sendiri. Dalam
memberikan pendidikan ini, di bidang pengajaran orang tua dibantu oleh
guru-guru dan sekolah. Ada pendapat bahwa orang tua tidak dapat melepas diri
dari tanggung jawab pengajaran dengan pasrahkan kepada guru melulu. Orang
menilai orang tua murid yang tidak mengawasi pelajaran anaknya sebagai tidak
bertanggung jawab.
Di lain pihak justru ada orang tua murid yang
justru berpikir sebaliknya. Apabila ia harus selalu menjaga anaknya,
sampai-sampai membuat pekerjaan rumah harus dijaga, kapan anak ini bisa berdiri
di kaki sendiri?
Terlepas mana dari kedua pendapat ini yang
benar, marilah kita melihat susunan masyarakat Indonesia. Menurut status
sosialnya, orang tua murid dapat dibagi menjadi golongan (a) pejabat; (b) guru;
(c) karyawan; (d) pedagang; (e) buruh; (f) petani dan peternak. Golongan (a)
dan (d) pada umumnya dapat dianggap golongan yang lebih dari cukup. Namun
mereka sibuk sekali dengan tugas-tugas maupun pekerjaannya sehingga hampir
tidak mempunyai waktu untuk belajar matematika modern untuk diajarkan kepada
anaknya. Golongan yang lain biasanya juga sibuk, yaitu sibuk mencari uang untuk
dapat membayar sekolah anak-anaknya. Golongan ini pun tidak akan dapat
mempunyai waktu khusus untuk belajar matematika modern yang dapat digunakannya
untuk membantu anak-anaknya. Keadaan sosial masyarakat kita tidak memungkinkan
terciptanya suasana tersebut. Jalan keluar yang kemudian diambil oleh para
orang tua yang berduit yaitu menyuruh anaknya mengambil pelajaran tambahan (les
privat). Yang tidak berduit menyuruh anaknya belajar dari temannya. Praktis
bukan? Apakah orang tua begini dapat dikatakan kurang bertanggung jawab?
SARAN-SARAN
Buku Matematika untuk Orang Tua Murid sudah
pernah diterbitkan oleh salah satu badan penerbit swasta. Bila orang tua yang
membutuhkannya tidak banyak tentunya buku penuntun tersebut sudah memadai.
Sebetulnya yang lebih mendesak untuk
diperhatikan adalah materi, bahasa dan latihan soal-soal matematika modern yang
diterapkan di SD. Departemen P dan K memang sudah merevisinya terus menerus dan
karena itu mungkin dalam revisi berikutnya faktor “pembenahan” bahasa, materi
dan soal-soal latihan dapat diperhitungkan.
Sebab lain yang mungkin menyebabkan kesulitan
dengan matematika modern adalah faktor guru. Pada saat matematika modern mulai
diterapkan guru-guru yang pada waktu itu kebanyakan berpendidikan SGA kurang
memahami matematika. Mereka mendapat matematika modern dari penataran-penataran
yang singkat yang tentu saja tidak cukup untuk digunakan sebagai bekal
mengajar. Jadi yang perlu mendapat pendidikan tambahan adalah guru-guru
pengajar matematika modern agar dapat menjelaskan disiplin ilmu ini semaksimal
mungkin. Pemecahan pengajaran adalah sekolah dan bukan orang tua murid. Karena
itu buku paket, sekolah dan gurulah yang lebih membutuhkan buku penuntun
matematika modern.