Anak-anak Yang Mencari Perhatian di Sekolah

Jawa Pos, Senin WAGE 29 September 1986

Oleh : Wuri Soedjatmiko

Masalah anak-anak yang tidak dapat diterima menurut norma-norma masyarakat yang disebut normal sebetulnya bukanlah masalah baru. Anak-anak yang kemudian digolongkan “nakal” atau “nakal keterlaluan” itu selalu ada baik di dalam keluarga, masyarakat, atau sekolah. Di antara mereka ada yang sempat disadarkan sebelum terlambat dan menjadi anggota masyarakat yang terterima, tetapi ada pula yang kemudian tidak dapat diterima untuk seterusnya.

Anak-anak “nakal” ini pada umumnya mempunyai kepribadian ganda. Ada saatnya ia dapat membuat jengkel, marah dan bahkan menimbulkan kebencian orang-orang yang menjadi korbannya. Tetapi ada pula saatnya ia begitu manis budi dan ringan tangan sehingga orang tidak mau percaya bahwa kedua pribadi itu ada dalam satu sosok manusia.

Sebuah contoh adalah seorang anak yang baru saja disarankan keluar dari sebuah SMA karena baik guru, guru wali maupun kepala sekolah sudah tidak dapat mengontrol ulahnya yang sangat mengganggu suasana belajar dalam kelas. Ia selalu membawa sikapnya sendiri, datang di kelas terlambat atau bahkan tidak mengikuti pelajaran meskipun ia ada di lokasi sekolah, menjadikan guru yang tidak disenanginya sebagai korban humornya, dan sebagainya. Tetapi di antara teman-temannya ia disuka karena komentar-komentarnya yang selalu lucu dan “cemerlang”. Kata-katanya yang lucu itu sama sekali bukan klise. Di luar kelas pun ia dikenal sebagai anak baik yang ringan tangan. Ia sangat aktif dalam kegiatan sosial dan ia pun pernah menjadi pahlawan bagi seorang ibu penjual makanan di luar gedung sekolahnya.

Meskipun guru, guru wali, dan kepala sekolah tidak menutup telinga terhadap kemanisan budi anak ini, tetapi sebagai lembaga pendidikan yang klasikal mereka harus pula memikirkan kepentingan yang terbanyak. Guru-guru tidak akan bisa mengajar dengan baik apabila mereka merasa terancam. Mereka bukan hanya selalu dibuat kehilangan kesabaran, tetapi kadang-kadang juga kehilangan kewibawaan, sehingga tujuan pengajaran tidak akan tercapai.

Saya dapat mengatakan demikian karena saya sendiri mengalami hal serupa ketika sebagai guru pemula saya ditugaskan sebagai guru pengganti. Ada sebuah kelas dengan seorang siswa yang selalu menyahut dengan lucu dan membuat seluruh kelas tertawa. Saya ajak dia berbicara baik-baik hingga saya tegur di depan teman-temannya, hasilnya sama saja. Pada saat itu sebagai guru yang belum berpengalaman saya betul-betul putus asa karena saya tidak pernah dapat membuat kelas untuk bersikap serius barang sebentar.

SEBAB-SEBAB ANAK MENJADI NAKAL

Ada dua pemikiran, setidak-tidaknya, yang dapat menjelaskan mengenai kenakalan anak-anak ini.
Ada yang mengatakan bahwa anak-anak menjadi nakal atau agresif karena dipajankan pada bacaan, gambar, film, video, surat kabar atau lingkungan yang penuh kekerasan. Hal ini ditopang dengan tingkah laku anak-anak kecil yang menirukan adegan-adegan dalam film silat atau kriminal berat.

Pemikiran lain adalah anak-anak nakal ini mencari perhatian. Mereka datang dari orang tua yang terlalu sibuk sehingga kurang memberikan perhatian individual pada anak-anaknya. Materi anak-anak ini dicukupi; pakaian, makanan, uang sekolah, uang saku, uang les ini dan itu diberi. Tetapi hanya namanya anak,kalau ia sakit gigi atau sakit perut, ia ingin sekali mengeluh pada ibunya (atau ayahnya) untuk diolesi minyak kayu putih atau dibawa ke dokter. Kalau di sekolah iamempunyai masalah baik dengan guru atau teman, ingin sekali ia dapat bercerita dan ceritanya didengarkan oleh orang-orang di rumah. Kalau perhatian ini tidak diperolehnya maka dirinya menjadi “kurang seimbang” atau labil. Anak-anak ini akan mencari keseimbangannya di luar rumah baik secara positif maupun negatif.

Anak-anak dari keluarga yang tidak berbahagia (broken home) yang ayah-ibunya bercerai atau hidup serumah tetapi tidak pernah menyuarakan pendapat yang harmonis juga mengalami konflik batin yang menyebabkannya kehilangan keseimbangan. Misalnya, si anak hendak kemping. Ibunya melarang karena musim hujan sehingga berbahaya mendaki pegunungan. Melihat ibunya melarang ayahnya malah berkata, “Mau pergi berapa hari? Nih, berapa butuhmu? Ibumu itu memang selalu begitu...”

Anak-anak yang sedang konflik ini membutuhkan teman atau orang dewasa tempat bergantung atau mencari keseimbangan. Mereka ingin ada yang memperhatikan atau memberikan cinta kasih.

BEBERAPA GEJALA YANG TAMPAK

Ada 4 tingkatan “mencari perhatian” pada anak-anak seperti terlihat dari aktivitas di kelas, yaitu :

  1. Mencari pengakuan diri.
Yang positif berupa menunjukkan atau mendapatkan sukses di kelas. Sebagai siswa mereka selalu siap memberikan jawaban yang tepat dan cemerlang, bertingkah laku terpuji, rajin dalam mengerjakan tugas-tugas dan terpercaya. Semua itu adalah sikap positif yang aktif. Yang pasif pun ada seperti terlihat pada anak atau siswa yang kelewat manis. Mereka ini dapat dikatakan atau siswa kesayangan guru karena selalu memberikan kesenangan pada guru: duduk manis, kata-katanya manis, sangat memikirkan perasaan gurunya dan sebagainya.

Mencari pengakuan diri ada pula yang negatif. Inilah yang disebut nakal ringan. Mereka ini suka bertingkah, ngotot, terus menerus bertanya, melucu tak habis-habisnya dan merupakan murid sekolah. Yang masih menunjukkan sikap malas, bodoh, tidak tekun, takut-takut, susah makan, dan penampilan serba salah.

  1. Mencari pengakuan kekuatan
Sikap siswa-siswa ini hampir sama dengan yang pertama yang negatif, tetapi lebih parah. Mereka ini, yang aktif, merupakan “pemberontak” yang selalu ingin mengerjakan hal-hal yang dilarang. Mereka senang membantah, suka menyia-nyiakan waktu dan berbohong, seolah-olah dalam berbuat demikian mereka menguji “siapa yang lebih kuat: guru atau saya?”

Yang pasif mengambil bentuk “keras kepala”, malas, tidak menurut dan suka lupa. Misalnya, pada waktu pelajaran sejarah dengan sengaja seorang siswa membaca pelajaran bahasa Indonesia. Kalau guru datang dan menegur, buku tersebut dimasukkannya. Begitu guru pergi, buku yang tadi dikeluarkan lagi. Siswa jenis ini berusaha untuk tidak menurut tetapi tidak menggunakan kekerasan (tidak ngotot).

  1. Balas dendam
Siswa-siswa ini berusaha untuk menyakiti orang lain atau guru atau teman. Yang aktif dapat bersikap brutal, melakukan tindak kekerasan atau menjadi kepala gang anak nakal. Dengan mencuri, misalnya, ia dapat menjadikan dirinya jagoan sekaligus menyakiti orang lain. Gejala lain yang ditunjukkan yaitu mengompol yang juga menyusahkan orang tua atau orang dewasa lain.

Yang pasif dapat saja menunjukkan sikap menolak partisipasi. Misalnya, pernah ada seorang murid yang mendapat giliran tetapi karena lamban dilompati oleh gurunya. Sejak saat itu ia membungkam sama sekali dan kadang-kadang melototi guru dengan geram.

  1. Menunjukkan kekurangmampuan
Siswa kelompok ini secara sadar atau tidak sadar menunjukkan sikap “tak berdaya”. Mereka bersikap rendah diri, kedunguan, tolol, pasif sekali, lamban dan mudah berderai air mata.

GEJALA YANG TAMPAK PADA GURU

Dreikurs dan Casel memberikan teknik pemerian masalah kenakalan siswa dari hal-hal yang dirasakan oleh guru. Apabila guru merasa terganggu oleh tingkah laku siswa, mestinya yang dihadapinya adalah siswa yang mencari pengakuan diri. Contohnya, ia sedang mengajar tetapi seorang siswa bertanya tetapi pertanyaan tersebut begitu panjang dan begitu dijawab si siswa minta penjelasan terus hingga siswa lain kehilangan kesempatan berpartisipasi dan kelangsungan pelajaran terhambat. Si guru merasa jengkel karena rencana pelajarannya tidak selesai dan apa yang diterangkan tidak juga menjadi kelas. Guru ini menghadapi siswa yang mencari perhatian lewat keinginan diakui dirinya.

Apabila guru merasa dikalahkan atau terancam dapatlah dikatakan bahwa ia sedang menghadapi anak yang mencari pengakuan kekuatan. Contoh: ada peraturan sekolah yang mengatakan bahwa siswa laki-laki tidak boleh melepas kancing bajunya hingga terlihat dadanya. Seorang siswa setiap hari mengulang membuka kancing bajunya, mengancingkan kalau ditegur, tetapi akan melepaskannya begitu guru meninggalkan dirinya. Guru bukan hanya jengkel tetapi merasa diolok-olok dan kewibawaannya diremehkan. Guru ini sedang menghadapi siswa yang mencari perhatian lewat ingin diakui “menang atas gurunya”. Ia sedang menguji kekuatannya.

Apabila guru merasa sangat terluka hatinya, dapatlah dikatakan bahwa ia sedang menghadapi siswa yang bertingkah laku membalas dendam. Sebuah contoh yang mungkin masih hangat dalam ingatan kita adalah siswa yang tidak naik kelas dan menikam gurunya.

Apabila guru merasa putus asa dan tidak berdaya dalam membantu masalah siswanya, ia dikatakan sedang menghadapi anak yang menunjukkan sikap kurang/bodoh. Misalnya, seorang siswa yang melamun dan melihat ke luar kelas dan dengan segala daya guru tidak berhasil membuatnya berkonsentrasi pada pelajaran. Apa pun yang dilakukan guru, siswa ini tetap apatis.

BAGAIMANA MENGATASINYA?

Menurut para ahli, ada lima pendekatan, bahkan enam, yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan anak-anak yang mencari perhatian di seklah ini, yaitu:
  1. Pendekatan Otoriter dengan mendisiplin siswa agarsegala persatuan ditaati siswa. Tugas guru adalah menjaga terselenggaranya disiplin ini. Pendekatan ini sekarang dianggap kurang manusiawi dan tidak lagi disarankan untuk diterapkan di kelas.
  2. Pendekatan Permisif yang bertolak belakang dengan pendekatan pertama. Dalam pendekatan ini diyakini bahwa peran guru adalah memaksimalkan kebebasan siswa dan membiarkan mereka bebas memilih apa yang ingin mereka kerjakan. Pendekatan ini tidaklah dapat dipraktekkan sebuah sekolah formal dengan dengan murid-murid yang bekerja dengan kebebasan penuh.
  3. Pendekatan Modifikasi Tingkah-laku yang percaya bahwa pemantapan (reinforcement) dapat mengubah tingkah laku siswa. Pemantapan ada yang positif yaitu pujian dan penghargaan, dan ada pula yang negatif berupa hukuman atau tidak bereaksi terhadap tingkah laku yang kurang sesuai.
  4. Pendekatan Sosio-emosional yang memberikan suasana kelas mempunyai hubungan guru-siswa dan siswa-siswa yang baik. Caranya, yaitu guru menunjukkan sikap yang asli (tidak dibuat-buat), membuat dirinya diterima dan dipercaya siswa, memberikan pemahaman terhadap diri siswa.
  5. Pendekatan Proses-Kelompok yang menuntut agar guru dapat membuat kelas menjadi kelompok sosial kecil yang bersatu dan dapat bekerja sama dalam belajar dan mengerjakan tugas-tugas. Guru dituntut untuk melenyapkan klik-klik kecil dalam kelas yang membuat suasana tidak sehat.
  6. Pendekatan “Buku Resep” yang memberikan tuntunan yang praktis dengan saran-saran dan peringatan-peringatan siap pakai.
Meskipun mudah dikatakan, pelaksanaannya bukan masalah kecil. Mungkin untuk menghadapi anak-anak yang mencari perhatian di sekolah dapat ditekankan penggunaan pendekatan sosio-emosional dan bantuan konselor sekolah dengan modifikasi di sana sini menggunakan pendekatan-pendekatan lainnya sesuai dengan sikon.

Namun bagaimana pun, pengertian dan membuat diri dipercaya siswa merupakan kunci dalam mengalami anak-anak yang mencari perhatian ini. Kita tahu misalnya saja Helen Keller yang pada waktu anak-anak sebagai anak buta-tuli-bisu merupakan anak yang amat sangat sulit. Guru yang didatngkan baginya tidak pernah dapat bertahan lebih dari seminggu. Sullivan gurunya yang penuh cinta kasih dan pengertian terhadap dirinya serta penuh kesabaran mendidiknya, dalam keadaan yang cacat indera begitu pasrah, ia berhasil meraih gelar tertinggi akademis, yaitu doktor.

Anak-anak yang mencari perhatian ini pun dapat berhasil atau gagal sebagian juga bergantung pada cinta kasih guru. Mereka adalah orang-orang yang labil dan sangat membutuhkan kita, orang dewasa.

Rujukan:
Wilford A. Weber, “Classroom Management”, Classroom Teaching Skills: A. Handbook, Levington: Health and Co. (1977)