Surabaya Post, Kamis 21 Oktober 1982
Oleh : Wuri Soejatmiko
Siang itu saya duduk-duduk di ruang TU
Fakultas mendengarkan Ir. Pradipto – dosen Fakultas Keguruan Unika Widya
Mandala yang lulusan ITS – berkisah tentang rektor ITS, Mahmud Zaki, MSc. Pak
Zaki seorang yang betul-betul mempunyai prinsip. Ia selalu dapat memisahkan
kepentingan pribadi dari kedinasan. Misalnya, ia tidak pernah merelakan mobil
dinasnya dipakai istrinya ke pasar. Bahkan ibunya pun akan disuruhnya antar
dengan bemo. Kejutan berikutnya adalah tidak diterimanya anaknya sendiri di ITS
karena prinsip bahwa ITS adalah milik negara dan bukan miliknya meskipun ia
rektornya.
Cerita ini membawa ingatan saya mundur dua
puluh tahun. Pada saat itu sekembali dari belajar dengan bea-siswa Colombo
Plan, Pak Zaki mengajar di FKIP Widya Mandala jurusan Ilmu Alam. Seorang pria
yang amat cemerlang tapi pemalu yang berdiri di depan kelas dengan celana yang
kebesaran diikat dengan sabuk ketat-ketat.
“Repot disana,” katanya waktu itu, “ini sudah
celana ukuran remaja yang paling kecil yang saya beli, tapi masih terlalu besar
untuk saya.” Saya juga teringat pernah diajar seorang diri di kelasnya karena
prinsip yang diperolehnya dari belajar di luar negeri bahwa meskipun hanya
seorang mahasiswa yang datang ia harus mendapatkan kuliah yang menjadi haknya.
Lama kemudian setelah saya putus sekolah dan
menjadi ibu rumah tangga, saya membaca di surat kabar bahwa Pak Zaki diangkat
menjadi Rektor ITS. Pada waktu itu ITS belum seperti sekarang, Institut
Teknologi yang favorit pada saat itu cuma ITB. Tapi entah mengapa ada suatu
kebanggaan membaca orang yang pernah saya hargai menjadi rektor. Pada saat itu
saya yakin tidak lama lagi ITS akan menjadi sama terkenalnya seperti ITB dan
memang sekarang keyakinan saya tadi menjadi kenyataan.
Lamunan saya tergugah ketika Pak Pradipto
kemudian bercerita tentang banyaknya kecurangan-kecurangan dalam penerimaan
mahasiswa baru di lembaga pendidikan tinggi negeri (PTN). Kisahnya tentu saja
membuat pendengarnya tidak ada yang mau percaya. Tapi bagaimana lagi kalau ada
dosen yang diperintahkan untuk menaikkan nilai, pada kenyataannya? Dan adanya
peluang yang diperhitungkan bahwa 10 persen calon mahasiswa yang diterima tidak
mendaftar kembali karena diterima di beberapa fakultas yang tergabung dalam
satu proyek perintis adalah juga peluang bagi kecurangan-kecurangan. Bukankah
nomor tes dan nama cadangan tidak diumumkan dan dapat ditukar dengan nomor tes
calon lain? Saya termenung menyesali sikap curang dan sikap tidak-ilmiah
beberapa orang yang kebetulan diserahi wewenang serta orang tua dan calon
mahasiswa yang menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan.
Ingatan saya mengembara ke berita-berita surat
kabar akhir-akhir ini betapa kepala sekolah dan guru banyak yang ditindak
karena kedapatan berlaku curang dalam penerimaan calon siswa baru. Itu baru
yang kedapatan, berapa banyak lagi yang juga berbuat hal yang sama, mendapat
uang untuk kantongnya sendiri dengan mengorbankan orang lain, yang “selamat”?
saya juga teringat akan kepala-kepala sekolah yang mendapat tekanan dari
pejabat atau orang-orang penting untuk menerima anak-anak mereka. Saya
membayangkan betapa tertekan hati kepala sekolah yang ini yang terpaksa menatap
suram pada masa depan sekolahnya karena masuknya calon-calon yang tidak
memenuhi syarat sama sekali. Tapi belum ada Opstib yang menindak pejabat atau
orang penting yang begini karena memang susah menangkap basah tekanan-tekanan
begini.
Melihat kasus-kasus tersebut orang dapat saja
menarik kesimpulan bahwa dunia pendidikan kita sudah amat penyakitan. Mau
dibilang sakit-tua, usianya baru 37 tahun dan kata orang hidup baru mulai
setelah usia 40! Tapi dari general check-up ditemukan penyakit tak terhitung
jenis dan jumlahnya. Tidak diketahui lagi penyembuhan harus dimulai dari mana.
Nampaknya masing-masing penyakit menuntut penanganan secepatnya.
Saya lalu bertanya pada Pak Pradipto. “Tapi
yang jujur dan berdedikasi banyak juga, bukan?” Ia menyetujui pendapat saya
tadi. Orang memang senang mendramatisasi segala yang bersifat negatif. Kepala
sekolah yang berani menolak “titipan”
tidak pernah diberitakan pers (atau belum ada?). guru yang berani mengusir
siswanya yang datang ke rumahnya karena mau menyogok tidak sempat menarik
perhatian wartawan. Ataukah guru selamanya diasumsikan harus mempunyai sifat
dewa semua? Sedangkan yang tergoda dan tergelincir (hal yang sangat manusiawi)
diteropong, diumumkan dan dimaki-maki seolah-olah tak dapat diampuni lagi?
Lalu saya terbayang dua orang bijaksana yang
saya kagumi. Yang pertama adalah Prof. Dr. A.M. Kadarman SJ yang keras tapi
berhati emas. Rektor IKIP Sanata Dharma yang romo ini terkenal tak mau
dikalahkan. Tapi bila ada yang berani menentangnya, berkelahi dengannya karena
benar, ia malah menaruh respek pada orang tersebut. Inilah pengakuan dra.
Indriani dosen dan Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris IKIP Sanata
Dharma. Begitu juga apabila ada mahasiswa duduk-duduk di rumput halaman kampus
Romo Kadarman yang kelihatan angker itu mau juga menyempatkan diri ikut duduk
sejenak mendengarkan keluh-kesah mahasiswa. Orang kedua adalah Dr. Budi Darma.
Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, IKIP Surabaya. Tidak akan ada yang
menyangkal betapa lemah lembut dan rendah hati doktor ini. Perhatiannya begitu
besar terhadap setiap orang yang dikenalnya sehingga setiap orang yang bertemu
dan bercakap dengannya merasa dirinya dianggap begitu penting.
Dunia pendidikan ternyata tidak sesuram yang
ditulis di surat kabar dan juga tidak sebobrok yang digosipkan orang. Pendidik
yang jujur, bijaksana dan berprinsip bukan hanya Pak Zaki, Romo Kadarman dan
Pak Budi Darma. Kebetulan saja mereka inilah yang saya kenal. Tapi banyak dan
banyak sekali tokoh pendidik yang jujur dan bijaksana yang tersebar di
lembaga-lembaga pendidikan di seluruh tanah air yang tidak saya kenal dan tidak
diperhatikan pers. Memang biasanya tokoh-tokoh idealis bekerja tanpa pamrih. Di
tangan mereka nasib dunia pendidikan bergantung. Mungkin betul hidup dunia
pendidikan kita baru mulai pada usia empat puluh. Pada saat itulah ia
diharapkan mengalami kebangkitannya.....