Memori persahabatan penuh kebahagiaan

Aku anak Pasuruan (tinggal di pesisir kota) yang dari kecil sudah punya teman Jawa, Arab, Cina, Madura tanpa pernah berpikir mereka keturunan apa atau beragama apa. Tidak ada memori secuil pun akan hal-hal membedakan. Kami sekolah di Sang Timur (dulu Clara Fey) dan sepulang sekolah ya main bendan atau cari lempung atau dermenan (batang padi hijau dibuat suling) di sawah-sawah dan ... senang sekali kalau buang air di WC di sungai yang ditutup dinding bambu saja.

Sekali-sekali kami juga mandi di kali. Juga naik-naik di rumah loteng teman kami, Tahera dan Fatimah yang juga jadi rumah sarang burung, atau main di pabrik es karena ayah temanku direkturnya. Kalau 17 Agustus kami ikut rebutan nonton film gratis, dan setelah Sembahyang rebutan (seharusnya ini jatah orang Miskin) kami ikut merebut makanan dari kelenteng.

Kami juga punya pengalaman mengantar teman SD yang meninggal dunia dan dimakamkan secara Islam. Perjumpaan kami begitu penuh persaudaraan dan ibuku sangat mendukung persahabatan kami. Bersekolah sampai dengan SMA dan kuliah di IKIP Surabaya maupun IKIP Malang tidak pernah aku mengalami diskriminasi baik dalam pergaulan dengan teman maupun dengan dosen-dosen.